TAYAMUM
1.
Pengertian Tayamum
Menurut bahasa tayamum memiliki arti keinginan (al-Qhasdu). Dan adapun menurut istilah adalah tayamum bermakna sebuah
keinginan untuk bersuci dengan debu, dengan mengusapkan debu itu pada wajah dan
kedua tangan, agar bisa melaksanakan shalat dan ibadah lainnya.
Menurut ulama Hanafi tayamum adalah mengusap muka dan kedua tangan
dengan debu yang suci. Maliki berpendapat bahwa tayamum adalah salah satu
bentuk cara bersuci dengan menggunakan debu yang suci dan digunakan untuk
mengusap muka dan kedua tangan dengan niat. Menurut Syafi’i tayamum adalah
mengusapkan debu ke wajah dan kedua tangan sebagai ganti wudhu’, mandi atau
salah satu anggota dari keduanya dengan syarat-syarat tertentu. Menurut
Hanbali, tayamum adalah mengusap muka dengan kedua tangan dengan debu yang suci
dengan cara tertentu.
2.
Dasar Hukum
a.
Al-Qur’an
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga
kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu
dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan
jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air
atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (Al-Nisa’ : 43)
Ayat ini
menyatakan bahwa tayamum adalah fardhu sebagai ganti membasuh dengan air.
b.
Hadis
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ
عَنْ مِقْسَمٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
Telah
menceritakan kepada kami Abdush Shamad telah menceritakan kepada kami Abdul
Aziz bin Muslim telah menceritakan kepada kami Yazid dari Miqsam dari Ibnu
Abbas; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Bumi (tanah)
dijadikan sebagai masjid (tempat sujud) dan alat bersuci bagiku”
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ ذَرٍّ عَنْ ابْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ شَهِدَ عُمَرَ وَقَالَ لَهُ عَمَّارٌ كُنَّا فِي سَرِيَّةٍ فَأَجْنَبْنَا وَقَالَ تَفَلَ فِيهِمَا
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Al Hakam dari Dzar dari Ibnu 'Abdurrahman bin Abza dari Bapaknya bahwa ia pernah melihat 'Umar saat 'Ammar bertanya kepadanya, "Kami sedang dalam perjalanan, kemudian kami junub?" dia menjawab, "Hendaknya bertayamum." (H.R.Muslim)
3.
Kedudukan Tayamum sebagai Pengganti
Menurut ulama Hanafi, tayamum adalah pengganti mutlak (badal
muthlaq) mutlak, bukan pengganti darurat (badal dharuriy). Jadi,
dengan tayamum yang digunakan untuk shalat, maka hadas akan terangkat hingga ia
menemukan air.
4.
Faktor-faktor yang membolehkan seseorang untuk tayamum
Tayamum
bisa dilakukan, baik untuk menyucikan diri dari hadats besar maupun hadats
kecil, pada saat melakukan perjalanan atau bermukim, jika beberapa sebab
tersebut terjadi.
a.
Tidak
ada air atau ada air namun air itu tidak cukup untuk bersuci. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW.
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ
قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا عَوْفٌ عَنْ أَبِي رَجَاءٍ
قَالَ حَدَّثَنَا عِمْرَانُ بْنُ حُصَيْنٍ الْخُزَاعِيُّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَجُلًا مُعْتَزِلًا لَمْ يُصَلِّ فِي
الْقَوْمِ فَقَالَ يَا فُلَانُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ فِي الْقَوْمِ فَقَالَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ وَلَا مَاءَ قَالَ عَلَيْكَ
بِالصَّعِيدِ فَإِنَّهُ يَكْفِيكَ
Telah menceritakan kepada kami 'Abdan berkata, telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah berkata, telah mengabarkan kepada kami 'Auf dari Abu Raja' berkata, telah menceritakan kepada kami 'Imran bin Hushain Al Khaza'i, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat seorang menyendiri dan tidak ikut shalat bersama orang banyak, beliau lalu bertanya: "Wahai fulan, apa yang menghalangi kamu untuk shalat bersama orang-orang?" Maka orang itu menjawab: "Wahai Rasulullah, aku mengalami junub dan tidak ada air." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wajib bagi kamu menggunakan tanah dan itu sudah cukup buatmu." (H.R Bukhari)
Namun, bagi seseorang yang mau bertayamum, ia diharuskan terlebih dahulu mencari air, baik dari kerabatnya, teman-temannya, atau lingkungan terdekat. Jika ia sudah yakin bahwa air tidak akan diperoleh, atau terdapat air Cuma jaraknya sangat jauh, maka ia tidak waib mencarinya.
b. Jika seseorang sakit atau terluka, dan ia takut jika memakai air sakit atau lukanya tersebut akan semakin parah. Atau, kesembuhannya akan semakin lama. Baik karena pengalamannya atau karena saran dari dokter.
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَنْطَاكِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ الزُّبَيْرِ بْنِ خُرَيْقٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ قَالَ خَرَجْنَا فِي سَفَرٍ فَأَصَابَ رَجُلًا مِنَّا حَجَرٌ فَشَجَّهُ فِي رَأْسِهِ ثُمَّ احْتَلَمَ فَسَأَلَ أَصْحَابَهُ فَقَالَ هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً فِي التَّيَمُّمِ فَقَالُوا مَا نَجِدُ لَكَ رُخْصَةً وَأَنْتَ تَقْدِرُ عَلَى الْمَاءِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُخْبِرَ بِذَلِكَ فَقَالَ قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّهُ أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ أَوْ يَعْصِبَ شَكَّ مُوسَى عَلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Abdurrahman Al-Anthaki telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah dari Az-Zubair bin Khuraiq dari 'Atha` dan Jabir dia berkata; Kami pernah keluar dalam sebuah perjalanan, lalu salah seorang di antara kami terkena batu pada kepalanya yang membuatnya terluka serius. Kemudian dia bermimpi junub, maka dia bertanya kepada para sahabatnya; Apakah ada keringanan untukku agar saya bertayamum saja? Mereka menjawab; Kami tidak mendapatkan keringanan untukmu sementara kamu mampu untuk menggunakan air, maka orang tersebut mandi dan langsung meninggal. Ketika kami sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau diberitahukan tentang kejadian tersebut, maka beliau bersabda: "Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka! Tidakkah mereka bertanya apabila mereka tidak mengetahui, karena obat dari kebodohan adalah bertanya! Sesungguhnya cukuplah baginya untuk bertayamum dan meneteskan air pada lukanya -atau- mengikat lukanya- Musa ragu- kemudian mengusapnya saja dan mandi untuk selain itu pada seluruh tubuhnya yang lain." (H.R.Abu Daud)
c.
Jika
air sangat dingin dan orang dan orang yang akan memakainya khawatir akan dampak
negatifnya jika menggunakannya. Kecuali, jika air itu dihangatkannya terlebih
dahulu. Meskipun itu dilakukan dengan menyuruh orang lain. Atau sulit baginya
untuk pergi ke kamar mandi (tempat berwhudu’).
حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُثَنَّى أَخْبَرَنَا وَهْبُ بْنُ جَرِيرٍ أَخْبَرَنَا أَبِي قَالَ سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ أَيُّوبَ يُحَدِّثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ الْمِصْرِيِّ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ فِي غَزْوَةِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ فَأَشْفَقْتُ إِنْ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي الصُّبْحَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي مَنَعَنِي مِنْ الِاغْتِسَالِ وَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُول وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا } فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا قَالَ أَبُو دَاوُد عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ جُبَيْرٍ مِصْرِيٌّ مَوْلَى خَارِجَةَ بْنِ حُذَافَةَ وَلَيْسَ هُوَ ابْنُ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ الْمُرَادِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ ابْنِ لَهِيعَةَ وَعَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ أَبِي أَنَسٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ أَبِي قَيْسٍ مَوْلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ كَانَ عَلَى سَرِيَّةٍ وَذَكَرَ الْحَدِيثَ نَحْوَهُ قَالَ فَغَسَلَ مَغَابِنَهُ وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ صَلَّى بِهِمْ فَذَكَرَ نَحْوَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ التَّيَمُّمَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَرَوَى هَذِهِ الْقِصَّةَ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ حَسَّانَ بْنِ عَطِيَّةَ قَالَ فِيهِ فَتَيَمَّمَ
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Al-Mutsanna telah mengabarkan kepada kami Wahb bin Jarir telah mengabarkan kepada kami Ayahku dia berkata; Saya telah mendengar Yahya bin Ayyub menceritakan hadits dari Yazid bin Abi Habib dari Imran bin Abi Anas dari Abdurrahman bin Jubair Al-Mishri dari Amru bin Al-'Ash dia berkata; Saya pernah bermimpi basah pada suatu malam yang sangat dingin sekali ketika perang Dzatus Salasil, sehingga saya takut akan binasa jika saya mandi. Lalu saya pun bertayamum kemudian shalat Shubuh dengan para sahabatku. Lalu hal itu mereka laporkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau bersabda: "Wahai Amru, engkau shalat bersama para sahabatmu dalam keadaan junub?" Maka saya katakan kapada beliau tentang apa yang menghalangiku untuk mandi dan saya katakan; Sesungguhnya saya pernah mendengar Allah berfirman: 'Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian. ' (QS. ANnisa'; 29), Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tertawa dan tidak mengatakan apa-apa. Abu Dawud berkata; Abdurrahman bin Jubair Al-Mishri adalah mantan sahaya Kharijah bin Hudzafah, dan dia bukanlah Jubair bin Nufair. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salamah Al-Muradi telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb dari Ibnu Lahi'ah dan Amru bin Al-Harits dari Yazid bin Abi Habib dari Imran bin Abi Anas dari Abdurrahman bin Jubair dari Abu Qais, mantan sahaya Amru bin Al-'Ash bahwasanya Amru bin Al-'Ash pernah diutus pada suatu peperangan yang tidak diikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian dia meyebutkan hadits semisal di atas. dia menyebutkan; dia membasuh bagian-bagian lipatan tubuhnya dan berwudlu kemudian shalat dengan mereka, lalu dia menyebutkan semisalnya tanpa menyebutkan perihal tayamum. Abu Dawud berkata; Dan kisah ini telah diriwayatkan dari Al-Auza'i dari Hasan bin 'Athiyyah dia menyebutkan padanya; Lalu dia bertayamum. (H.R. Abu Daud)
d. Ada air tetapi ia tidak berani untuk mengambilnya karena alasan keselamatan diri, keluarga, harta atau teman. Atau ada musuh yang ia takuti dan musuh itu menghalangi dirinya dari keberadaan air. Atau ada hewan buas. Atau seseorang itu berada dalam penjara. Atau ia tidak bisa memperoleh air meskipun jaraknya sangat dekat karena ia tidak memiliki alat, semisal timba, tali dan sebagainya.
e. Jika air itu dibutuhkan untuk minum atau keperluan lainnya, seperti untuk keperluan masak membersihkan najis dan lain-lain. Dalam kondisi seperti ini, seseorang boleh melakukan tayamum dan menyimpan air yang ada.
f. Jika ada seseorang yang bisa menggunakan air, tetapi ia khawatir waktu shalat akan habis jika ia berwudhu’ atau mandi terleebih dahulu, maka ia boleh bertayamum lalu melaksanakan shalat. Dan ia tidak perlu mengqadha’ shalatnya.
5.
Jenis debu untuk tayamum
Tayamaum bisa dilakukan dengan menggunakan debu yang suci dan semua
jenis tanah, seperti pasir, batu, atau kapur.
Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka
bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
6.
Hal-Hal yang Membatalkan Tayamum
Semua yang membatalkan whudu juga membatalkan tayamum. sebab,
tayamum adalah pengganti whudu. Tayamum juga batal jika air telah diperoleh,
atau orang yang awalnya tidak bisa menggunakan air sudah bisa menggunakannya.
Akan tetapi, jika seseorang shalat dengan tayamum, lalu ia mendapatkan air,
atau ia bisa menggunakan air setelah ia selesai shalatnya selesai, maka ia
tidak wajib mengulangi shalatnya. Meskipun masih ada waktu untuk
melaksanakannya lagi.
Jika seseorang mendapatkan air dan bisa menggunakannya sebelum ia
menyelesaikan shalatnya, maka tayamum yang ia lakukan batal dan ia harus
berwudhu.
. 7. Ibadah yang boleh dilakukan dengan menggunakan tayamum
Setiap amalan ketaatan yang perlu kepada kesucian (thaharah) seperti shalat fardhu,
shalat sunnah menyentuh mushaf, membaca
al-Qur’an, sujud tilawah, sujud syukur dan duduk beri’tikaf dalam mesjid adalah
boleh bersuci dengan cara tayamum.
.
8. Cara Bertayamum
Semua ulama mazhab sepakat bahwa tayamum
tidaklah sah kalau tanpa niat. Menurut empat mazhab, yang dimaksud dengan muka
itu adalah mengusap semua wajah yang didalamnya termasuk janggut, dan yang dua
tangan adalah dua telapak tangan, dan pergelangan sampai kepada dua siku-siku.
Itulah batas tayamum sebagai batas wudhu’ dan caranya adalah menepuk dengan dua
kali tepukan yang pertama untuk mengusap wajah dan yang kedua untuk mengusap
kedua tangan dengan cara dari ujung jari-jari sampai kedua siku-siku.
.
9. Bahan Tayyammum
Semua ulama
mazhab sepakat bahwa bahan yang wajib dipergunakan tayamum itu adalah tanah
yang suci berdasarkan surah al-Maidah ayat 6. Syafi’i memahaminya adalah tanah
dan pasir. Dari itu, mereka mewajibkan untuk bertayamum dengan kedua benda
tersebut kalau kedua benda tersebut berdebu. Tapi kalau bertayamum dengan batu
tidak boleh. Hanbali memahami hanya tanah saja karena itu tidak boleh bertayamum
dengan pasir dan debu. Maliki memikul rata pengertian sha’id itu dengan
tanah, pasir, batu, es, dan barang tambang kalau barang tersebut tidak
dipindahkan dari tempatnya, kecuali (yang dilarang) emas, perak dan permata.
Maliki melarang mempergunakan hal-hal tersebut (emas, perak dan permata) untuk tayamum
secara mutlak.
Komentar
Posting Komentar